Memburu Senja Torosiaje
Hai, Selamat Datang di In the Secret Message. ini postingan pertamaku. Lihat gambar diatas kan? itu Foto saya waktu menjadi warga Torosiaje 'sementara'. kalau yang muncul dibenakmu adalah pertanyaan 'Torosiaje itu apa ?' nah itu artinya kamu mendapat nilai 100. hehe
Baiklah, akan aku ceritakan sedikit mengenai desa yang selalu sukses membuat saya merindukan seseorang ini. Torosiaje adalah sebuah desa yang terletak di kecamatan Popayato, kabupaten Puhowato Provinsi Gorontalo. untuk sampai di Desa ini, kamu harus menghabiskan kurang lebih 5 jam perjalanan dari Bandara Jalaludin Gorontalo,setelah memasuki kecamatan Popayato kamu akan di antar ke dermaga untuk menuju desa torosiaje menggunakan perahu traditional yang biasa di sebut dengan 'katinting' . 5 jam ? setimpal lah dengan pesona yang di tawarkan oleh desa ini. Torosiaje adalah desa yang segala sesuatunya terjadi di atas laut. Kebayang ga sih hidup diatas laut itu bagaimana? Sama! sama dengan pertanyaanku pertama kali ketika mendengar cerita tentang desa ini. "mandinya gimana? ada listrik ga ya? masaknya gimana? kalo kelelep gimana?" yah wajarlah, namanya juga anak muda, hehe. Dan ternyata kehidupan mereka tidak se-ketinggalan jaman seperti yang aku pikirkan pertama kali. Desa yang di huni oleh suku Bajo ini berdiri sejak tahun 1901, Suku Bajo di kenal luas sebagai pengembara laut. Dengan kehidupannya di atas laut, bukan berarti mereka tidak mengikuti perkembangan jaman loh! Baru beberapa jam saja saya tiba di desa ini, saya langsung mengalami Culture Shock! haha, kenapa ? karena kehidupan mereka ternyata sudah modern, seperti layaknya masyarakat di daratan pada umumnya. Hanya saja mereka tidak memiliki kendaraan darat.
aku selalu punya cerita didesa ini,terutama dari jembatan ini. jembatan yang terletak di belakang sekolah dasar. mulai dari terbitnya matahari hingga ia tenggelam. Senja yang selalu menjadi saksi dari semua kejadian indah yang aku alami selama berada di sana. Entah kenapa aku serasa kehilangan sehelai urat jika ketinggalan senja di desa itu. ya senja itulah yang seakan menjadi penanda arah untuk aku harus beranjak pergi dari hati yang telah lama aku diami,dan berpindah ke hati yang lebih bisa menuntunku menjalani hari dengan senyuman bak mentari pagi. Saat berhadapan dengan senja, aku seperti diajak berbicara dari hati ke hati, aku menatap lama, hingga pernah meneteskan air mata di depannya. Dan terus berdiri ke arahnya hingga cahayanya digantikan oleh ribuan bintang. ini memang bukan drama tapi inilah realita yang aku rasakan. Melihatnya mulai beranjak pergi, sebenarnya aku sesak, persis ketika kesesakan ketika menghantarkan "dia" ke liang lahat 2 tahun lalu. desa itu sudah mulai gelap, hari pertama dimana aku menunggu ia tenggelam, segera aku bergegas melanjutkan aktivitas ku didesa ini dan ingin bergegas tidur, untuk menunggu senja di esok hari.
hari ke dua, pemburuanku akan senja belum berakhir, saat itu aku duduk didalam kelas suatu program sambil mengamati kertas yang berserakkan di kakiku, sinarnya menelisik di balik bilik kecil, sentak aku bereskan kertas-kertas itu kemudian beranjak pergi. Ada dua orang teman sekamarku yang membuntuti langkahku. Kita berlomba untuk tiba lebih awal di jembatan yang kuberi nama The Secret Bridge walaupun nyatanya jembatan itu tidak rahasia. akulah yang menjadi pemenang atas lomba itu, segera aku letakkan kertas-kertas ku dan mengirup aroma senja. Lagi-lagi aku dibawa kealamnya yang begitu damai dan tenang. Aku bahkan tak mau diganggu ketika sedang bercengkrama dengan senja, bahkan hanya untuk satu kali petikan kamera. aku begitu menikmati senja, walaupun ia tidak begitu lama denganku. jika petikan kamera itu bisa menghentikan beberapa detik waktunya untuk tidak pergi, aku akan bersedia. hari itu aku merasakan kepenatan dari aktivitasku dan senjalah yang menjadi pelebur lelahku. beberapa menit berlalu hatiku mulai gundah karena langit mulai tampak keunguan, itu tandanya "dia" akan pergi. Padahal belum sempat aku ceritakan padanya hal menjengkelkan apa yang terjadi di dalam kelasku tadi. Aku melangkahkan kaki dengan helaan nafas panjang. Berjalan dengan jutaan pertanyaan mengelilingi otakku. kupikir malam ini aku bisa tidur lebih awal, selesai makan malam, kita menghabiskan waktu di dermaga yang menjemput kami dua hari yang lalu.
rasanya memang tidak rugi kuhabiskan lima jam dari waktuku untuk tiba disini. bukan hanya the secret bridge yang menyuguhkan senja, dermaga ini pun dapat menenangkan jiwa. dengan airnya yang tenang. hamparan pasir putih yang dapat terlihat dari permukaan. kali ini aku tidak sendirian, ada beberapa orang lelaki dari progam dan pemuda setempat, memainkan gitar,bernyanyi meskipun tidak profesional setidaknya dapat melenyapkan kensunyian dari suasana dermaga. dan dua orang sahabat sekamarku yang sudah selayaknya adik dan kakaku selama berada di torosiaje. aku duduk di antara mereka dan mengamati satu per satu kalimat yang ada di dalam pandom dalam keadaan yang gelap. kita bercengkrama, menukar cerita, bahkan hingga meneteskan air mata. waktu menunjukkan beberapa menit lagi akan memasuki midnight dan kemudian perkumpulanpun bubar. satu per satu kembali ke basecamp masing-masing. dikarenakan kita tidur sedikit terlambat malam itu, maka untuk program pagi pada pukul 06.30 kami bertigapun sedikit terlambat. yah sedikit sih....... menurut kami haha
layaknya seorang guru yang kesal karena muridnya datang terlambat, begitupun mungkin yang di rasakan tutor di program pagi itu. dan 'ia' menyuruh classmate serentak menyorakkan 'what time is it ?' seraya kami memasuki ruang kelas. sejujurnya saya benci kata itu, entah kenapa. mungkin karena kata itu mengisyaratkan ketidakdisplinan, mengkipun memang benar sih. haha
pagi itu aku merasa ingin cepat berlalu semua program hingga sore, mungkin karena begitu girangnya aku memburu senja. dan kenyataanya pun berbeda. aku hanya bisa melihat cahayanya memantul dari lubang-lubang kecil kelas ini. hari ini aku kehilangan senja. seperti yang aku ungkapkan diawal, aku seperti kehilangan salah satu uratku. biarlah.................
hari itu mungkin tidak kutemukan senja tapi ada sesuatu yang aku temukan ketika duduk di tangga yang terbuat dari beton. setelah makan malam dan dilanjutkan dengan program malam, diakhir program tersebut aku menerima panggilan telepon dari sahabatku. seperti biasanya anak ini menelpon untuk bercerita tentang drama kisah cintanya. dikarenakan akupun merindukan suara dari orang ini, aku tinggalkan kelas itu sebelum tutor dari program itu beranjak. di desa ini kita harus lihai mencari sinyal, dan sinyal yang paling bagus untuk telepon genggamku pada saat itu adalah di tangga tersebut. malam itu aku duduk menatap kosong ke arah laut, deng telepon genggam di telingaku. sontak aku terpanah melihat bayangan indah di dasar laut itu, warnanya kuning kemerahan, bentuknya bulat sempurna. tak lagi aku hiraukan seseorang yang berkoar di seberang teleponku. aku terkesima dengan bayangan bulan itu. aku tau kekecewaanku akan ketinggalan senja pada hari itu digantikan dengan bulan yang miliki keindahan tersendiri. ini bukan drama. bahkan orang sering menatapku aneh, hanya karena terlalu sering aku menatap kosong ke arah yang tidak wajar. padahal mereka hanya tidak tau bahwa aku hanya sedang menenangkan diri dan emosi dari semua kejadian yang menimpaku. dan ketenangan itu hanya bisa aku rasakan disini, di torosiaje. kebisingan dan keriuhan perkotaan malah membuat pikiranku semakin berkecamuk.
hari berikutnya, mungkin ini sudah hari ke empat ya? untuk program pagi, aku terlambat 'lagi' dengan dua orang penari latarku 'lagi' ya, kenapa kusebut lagi? sebab hari sebelumnya, hampir semua program kami datang terlambat. ya wajarlah kalo di sebut 'lagi'. bukan hanya itu, untuk makan siang dan malam kami bertiga selalu terlambat, tapi ini mungkin kami punya alasan. yah karena dua 'roommate' saya tidak suka makan di tengah-tengah banyak pandangan. bagaimana dengan aku? aku sudah terbiasa dihadapakan dengan kondisi dipandang puluhan bahkan ratusan pasang mata, bahkan bukan hanya memandangi tapi dijadikan bahan bisik membisik. ya, tapi karena mungkin gadis virgo sepertiku ini memiliki sifat cuek yang tinggi maka itu tidak jadi masalah, dan solidaritas yang tinggi, itu sebabnya aku tidak suka meninggalkan teman. cie haha.. jadi ya ikut saja. meskipun kemalangan sering terjadi pada kami bertiga saat makan, contohnya kehabisan makanan haha....
dari situlah julukan trio kwek kwek di nobatkan pada kita bertiga. nevermind lah, toh juga ga jelek-jelek amat julukan itu.
untuk makan siang hari ini, aku ditahan oleh dua orang dosen favorite saya. seperti yang sudah aku tulis sebelumnya banyak orang yang memandang aneh dengan sikapku. padahal itu biasa saja, menurutku, karena kita membutuhkan kedamaian. jadi wajar saja kalau aku lebih banyak diam kali ini, salah satu faktornya mungkin suasana desa ini. ya, dan aku meneteskan air mata yang sudah tidak bisa aku tahan lagi, dihadapan mereka. sebenarnya aku malu menceritakannya, karena aku kelihatan lemah. lemah itu bukan aku. dari perbincangan dengan mereka aku sadar, ada seseorang yang diam-diam memperhatikanku. ya seseorang yang tidak pernah aku bayangkan sebelumnya. Orang yang tidak pernah melintas dipikiranku sebelumnya. pikiranku tentangnya berhenti sampai disitu. aku tidak mau lagi mengolah pikiranku lebih jauh. aku tidak mau menemukan kesakitan setelahnya. dan hari itu aku kehilangan senjaku. berkurang lagi satu helai uratku. urat yang melilit hati yang saat itu aku diami, urat yang sengaja ku tumbuhkan agar hati itu akan tetap disitu. tak mau aku gantikan posisinya dengan siapapun. namun helai demi helainya terlepas.
hari ke lima, untuk program awal. aku terlambat lagi. seperti biasa aku dan dua sahabatku, disambut dengan slogan itu (what time is it?) . terlalu sering aku dengar kata itu, semakin ku benci. tapi biarlah setidaknya itu bisa menjadi motivasi untuk tidak datang terlambat lagi. pagi itu udara dingin torosiaje menusuk hingga ke sela-sela tulangku. tidak mau aku tanggalkan kaos kaki yang kukenakan sejak malam. aku mau tubuhku tetap hangat. karena hatiku mulai mengigil. dan aku dipindahkan dari posisi ternyamanku ketika berada dikelas yang berada diatas laut itu. pikiranku mulai beranjak dari tempatnya, berkeliaran mengelilingi ruang kelas, menari-nari di hadapannya, dan pergi. entah apa yang di cari oleh pikiranku saat itu. kemudian aku tersadar ada lambaian tangan dari depan kelas. seluruh pandangan diruangan itu tertuju padaku. ternyata pikiranku sudah kembali. otakku dapat berfungsi meski hanya hitungan menit, tetap saja ia memaksa untuk keluar dari tengkorakku. aku berantakan. tidak berfokus. tidak terarah. tapi aku hidup. tapi aku bernafas. entah apa yang sedang aku alami. inilah kelebihan yang aku banggakan dari diriku, aku bisa merasakan aku kini menjadi bahan bisikan di setiap sudut kelas. kembali lagi ke sifat perempuan virgo, masa bodoh dengan semua itu. sebab aku bukan terdakwa. setelah kelas 'terlalu pagi' usai, aku mencari posisi yang tepat untuk mengulangi bahan yang tidak sempat masuk ke dalam pikiranku. aku berbalik mengarah laut. tanpa sadar sedari tadi aku membelakangi sekelompok perempuan dikelas yang sedang mengelilingi 'seseorang' . aku sempat melihat ke arah dermaga, dua penari latarku berjalan menjauh. aku berusaha memberi kode dari tempatku berdiri tapi tak di dengar. bergegas ku rapihkan buku-buku yang berserakkan dikaki dan mengejar mereka. baru dua langkah aku beranjak, terdengar seseorang memanggil namaku. arahnya dari orang-orang yang berkumpul tadi. aku memperjelas pandanganku. dan memang terlihat seseorang sedang duduk disitu, disekelilingnya dihiasi perempuan2 cantik. aku disuruhnya untuk duduk dihadapanya, dan aku di tatap datar oleh mereka, ya mereka yang duduk di dekatnya. ia bertanya sambil tertawa, aku bahkan tidak tahu apa yang sedang ia tertawakan. aku bagaikan lelucon mungkin untuknya. rasanya aku ingin segera beranjak dari hadapannya. sepertinya aku dipermainkan. aku tidak suka itu.
setelah kutemukan dua sahabatku, kita bergegas sarapan kemudian mandi, entah kenapa hari itu kami adalah orang pertama yang tiba di tempat kepala desa yang biasa jadi tempat untuk kami mengisi perut. aku sudah berusaha untuk tidak datang terlambat di kelas pukul 08.00 WITA karena kedua kelas pagi itu, tutornya adalah orang yang sama. setidaknya mengurangi image "terlambat" tapi tetap saja. terlambat. payah.
hari ini aku tidak mau lagi ketinggalan senja, aku hampir membiarkan urat-urat itu terlepas, hari demi hari. dan rupanya aku sangat beruntung kali ini. aku dapat melihatnya. senja. seperti biasa kita bertiga berlomba untuk sampai di the secret bridge lebih dulu. meskipun hadiahnya hanya siapa yang lebih dulu menghirup aroma senja. keberuntungan kedua say hari ini the secret bridge tidak ramai. yuhu
baru saja aku memulai kebiasaanku dengan senja, terdengar 'seseorang' memangil namaku. ia berdiri di ujung jembatan ini. kemudian berjalan perlahan kearahku. dengan gaya ternyamannya. yang terbesit di benakku saat itu "bisakah aku menikmati senjaku sebentar?" tapi tidak mungkin aku utarakan, mungkin aku akan di anggap kurang waras jika aku utarakan. aku berjalan menghampirinya, ia mengajakku bicara, melanjutkan pembicaraan yang terjadi siang kemarin, aku berjalan dengannya menuju tempat untuk makan siang. kita tidak bicara banyak saat itu. hanya saja aku bahwa dengan kita berjalan 'berdua' akan ada banyak hati yang terluka. dan sekarang, ia ingin aku deskripsikan siapa saja yang akan terluka. aku bahkan tak bisa berkata. jangankan berkata, berdiri dengan tenangpun tidak bisa. apa yang sedang terjadi ? aku bahkan masih menghadap ke arah senja, ingin aku menahan senja itu untuk tidak pergi. hingga kini aku masih bertanya-tanya "apa yang mengantarkannya untuk sampai di jembatan saat itu? senjakah ? atau ?" ahh. pikiranku mulai dipenuhi olehnya. hari itu aku bertemu senja tetapi tetap saja rasanya urat yang melilit hati itu terlepas. sepertinya hati itu akan mulai terkelupas. kenapa ini ?
malam itu aku duduk di tangga tempatku mencari sinyal. namun kali ini aku tidak sedang menelpon seseorang. aku menatap kosong ke arahnya. sambil berfikir, apa yang akan aku lakukan setelah keluar dari desa ini, apa yang harus aku ubah?. Apa aku harus berhenti memburu matahari dan membiarkan hati itu pergi seiring perginya senja. entahlah. i'm confused hari ini adalah hari ke 6 program itu, waktunya untuk ujian mingguan. aku bahkan tidak mempersiapkan diri untuk ujian. ini bukan diriku. dan sesuai tebakan, aku kacau. ujianku kacau menurutku. ah aku membalas kepenatan selama 1 minggu itu dengan tidur setelah ujian. kurasa pikiran ku butuh istirahat di siang hari agar bisa betah berada di kepalaku.
kita dipertemukan senja, dan kita coba memulai pembicaraan diatas the secret bridge dan beratapkan ribuan bintang. rasanya seperti dongeng. kita menghabiskan waktu dengan membicarakan semua tentang. aku. kamu dan hati. aku seperti di interogasi, banyak pikiran yang berkecamuk di kepalaku, satu persatu berebut untuk keluar, namun tertahan dibibirku. rasanya sedang tergantung beban 2 ton bibir ini,berat. urat terakhir yang melilit hati itu terlepas, aku hanya melihat ia pergi. sepertinya hati itu mulai suka tempatnya digantikan dengan hati yang lain.
dari semua yang aku temui, baru kali ini aku tak bisa menahan kepergiannya. pertama kali.
sepertinya tempatnya mulai di curi hati yang lain.
Ini adalah hari ketujuh, aku berada di desa yang memiki masyarakat yang bersahaja, maka dari itu aku memutuskan untuk tidak mengikuti fieldtrip program kelas. aku menghabiskan waktuku dengan dua orang sahabatku serta masyarakat Torosiaje. aku akan rindu tempat ini. bayangan bulan yang memantul indah dilautan, mentari pagi, senja. dan kamu.
setelah itu kita selalu mencuri waktu, untuk bertemu. menghabiskan waktu dibawah tontonan para bintang, bercerita tentang drama yang sudah kita lalui. kini tidak lagi ku sebut aku.kamu. akan aku sebut kita. walaupun kita, masing-masing sedang meyakinkan diri. meyakinkan bahwa yang sedang berdiri dihadapanku adalah orang yang bisa menjadi teman hidupku. aku tidak mau lagi menghabiskan waktu dengan orang yang salah. hanya menyisakan luka.